4 sehat lima sempurna

Bethanielle
3 min readNov 13, 2023

--

‘Bu, doakan aku hari ini ya..’ ucapku dalam hati lirih.

Perjalanan kali ini agak berkabut, cuaca yang paling ditunggu seluruh warga jabodetabek akhir-akhir ini. Kesenduan ini layaknya menghipnotis seluruh warga kota, termasuk aku dan driver ojolku sore ini.

jakarta street view (source : pinterest)

Mataku kelaparan melahap habis pemandangan keculasan gedung-gedung yang sebenarnya itu-itu saja yang aku lihat 4 tahun belakangan ini. Pikiranku membayangkan seperti apa rasanya hari anak kecil berkemeja batik yang tengah menunggu di halte. Apakah ulangannya hari ini berjalan lancar? Lalu bagaimana kabar penjual tissue yang selalu mangkal diujung jalan keluar sebuah supermarket berinisial A itu? Apakah ia berhasil menukarkan hasil penjualannya dengan sebuah boneka barbie berkepang, permintaan anaknya beberapa hari lalu mungkin?

‘Heh, anak muda gak boleh bengong seperti itu! Kesambet nanti’, kata ibu bilamana ia menemukanku tengah bergulat dan sejenak memilih mengalah pada danau nalarku. Andai saja ia mengetahui, melamun seperti ini menjadi kegiatan sehari-hariku selama di perantauan. Ya, kehidupan Jakarta selalu mengetesku. Menyedot energiku. Mengolah emosiku. Kedewasaan ini hanya menyisakan beberapa hembusan napas, ‘yaudah gapapa’…..

Anganku kembali pada ingatan tadi malam, momen bertelepon dengan ibu. Dengan gagahnya aku selalu mengatakan bahagia sekaligus kesepian. Ia menimpali dengan kabar koleksi aglonema ibu yang kian menggemuk setelah mengganti formula pupuk kompos buatannya sendiri. Salah satu kebanggaannya di dunia ini. Menghapus tanaman yang rusak karena penyakit dari daftar formula kompos terbarunya menjadi terobosan formula baru ibu. Usut punya usut tanaman yang rusak karena penyakit akan menggagalkan proses dekomposisi karena tidak tercapainya pH kompos yang optimal. Begitulah setidaknya informasi yang ibu bacakan dari youtube. Salah satu yang tidak berubah membuatnya bahagia diusia senja.

Mengolah-mengolah. Ibu juga terlampaui pandai mengolah menu meja makan setiap harinya. Saat aku kecil, saat aku tidak mau daging sapi dan adik tidak mau sayur, ibu mengolah daging sapi kurban menjadi sup gelantin sapi. Lengkap dengan jamur kuping dan kacang polong. Ada kalanya aku menyukai terobosan beliau, kadang pula menolaknya mentah-mentah. Ada kalanya ibu mengalah dan membiarkanku memilih menu makanku sendiri, ada kalanya ibu repot-repot mengomeliku seharian penuh karena aku melewatkan asupan sayur beberapa minggu itu.

Hatiku kembali penuh. Mungkin porsi menu kehidupanku hari ini kurang seimbang mengingat aku tertinggal jadwal KRL biasanya karena terjebak macet di lampu merah. Atau juga karena aku memilih mencoba untuk membaurkan diri dengan para senior satu divisi yang baru aku ketahui bahwa suka mengobrolkan orang-orang lain yang tidak begitu aku kenal. Mungkin juga karena aku telat menyadari bahwa aku salah melakukan pemilihan pembayaran ojol menggunakan cash, padahal ada promo besar bila top up dahulu.

‘Yaudah gapapa…’

Angin mulai berhembus dari arah barat membelai poniku. Menyisakan rasa hangat yang merasuk dada. Memenuhi isi diri dengan angan, bahwa menu porsiku bisa berubah besok tergantung dari pilihanku. Maka aku memilih bertahan untuk esok. Karena apapun yang kehidupan ini sodorkan, ia tetap menu 4 sehat 5 sempurna untukku dikemudian hari. Tiba-tiba anganku dipenuhi strategi mengolah menu-menu kehidupan.

‘Ibu, doakan aku ya….’ kataku tersenyum kecil meledek awan gelap diatasku.

Jakarta, 13 November 2023
Bethanielle

--

--

Bethanielle
Bethanielle

Written by Bethanielle

Your last dramatic scene against a night sky stage

No responses yet